Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Sunday, 13 October 2019

Resensi Buku Allah Tidak Cerewet Seperti Kita


Maiyah versi cetak
Maiyah Versi Cetak
Cak Nun adalah Mbah Nun yang susah ditebak kemana arahnya. seakan menjadi inisiator bagi kawula muda saat maiyahan. Lebih tepatnya hanya seorang katalisator yang membantu kita berpikir lebih jauh terkait prinsip hidup di dunia. Berkali-kali Cak Nun berbicara bahwa beliau bukan apa-apa, ini hanya diskusi belaka. Yang dikatakan bisa benar bisa pula salah.
Kenyataan yang membingungkan ini tercermin jelas dalam buku berjudul "Allah Tidak Cerewet Seperti Kita". Judulnya saja sudah membuat bingung apa maksud yang terkandung di baliknya. Namun jika anda sering mengikuti forum maiyah yang tidak menyediakan kursi, pasti mengetahui bahwa ini merupakan sindiran halus kepada kita sendiri. Bukan untuk orang lain tapi kepada kita sendiri.
Seperti biasanya beliau mengusung tema yang pelik namun dengan analogi ringan. Tema terkait menyikapi sebuah fenomena kehidupan. Seperti contohnya asal mula judul buku ini. Berasal dari beliau saat sholat dan diimami oleh seorang kyai. Sang imam beberapa kali menggaruk punggung. Dan benar saja, seorang Emha Ainun Nadjib yang kurang sabar tersebut merasa terganggu. Secara wajar beliau berkata di dalam hati, "wah ini sholat imamnya pasti batal, karena bergerak lebih dari tiga kali". Kira-kira saya jika menjadi Cak Nun juga akan memikirkan hal yang sama.
Singkat cerita setelah selesai berjamaah sang imam langsung berbicara kepada Cak Nun. "Nun, Allah itu tidak cerewet kyk kamu saat sholat tadi". Entah sang Kyai memang merasa atau orang sakti. Kurang lebihnya seperti itulah cerita yang menjadi inspirasi atas judul buku tersebut.
Sebetulnya dari 15 bab di dalam buku ini merupakan isi dari maiyahan di beberapa tempat. Rasanya bagi teman-teman yang rajin berangkat ke forum Maiyah pasti akan bosan dengan buku ini. Tapi bagi saya yang tidak di setiap Maiyah datang, buku ini menjadi Maiyahan versi tertulis. Apalagi kalau anda merupakan follower akun Maiyahan, pasti akan merasa "klik" dengan redaksional analogi yang ditulis di buku ini.
Setiap frasa dan bab dalam buku ini perlu sedikit berhati-hati dalam menerjemahkan. Saya baru selesai membaca dalam satu bulan. Karena saya tidak mau terbuai dalam rangkaian frasa. Maka saya memilih untuk membaca sembari memikirkan maksud yang diharapkan dari seorang Cak Nun.
Setidaknya jika anda membaca buku ini pasti akan muncul pertanyaan "lho kok gini?". Setelah pertanyaan itu muncul di bagian selanjutnya biasanya akan muncul jawaban atas pertanyaan tersebut. Ritme pembawaannya mirip seperti Maiyah. Makanya sekali lagi saya tegaskan bahwa buku ini adalah Maiyah versi cetak.

3 comments: