Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Sunday, 31 October 2021

Metaverse Menipiskan Sekat Teknologi


Metaverse Mod Squad Logo
MetaverseTeam, CC BY 3.0, via Wikimedia Commons


Akhir-akhir ini Facebook digemparkan dengan surat pendiri Mark Zuckerberg, dalam status itu Mark sang pemilik Facebook mengenalkan nama baru aplikasi sosial media tersebut menjadi Meta. Kurang lebih dua hari yang lalu sayamelihat statusnya yang hanya menjelaskan perubahan nama, untuk misi yang akan dikerjakan tetap sama. Yaitu untuk menghubungkan pengguna satu sama lain. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa perubahan nama ini dianggap hal penting untuk melanjutkan transmigrasi komunikasi masa depan.

Nama Meta ini diusung untuk menegaskan bahwa metaverse sudah di depan mata, cara terhubung satu sama lain kini sudah ditransformasikan menjadi lebih maju. Tidak melulu dengan tulisan tapi juga bisa dengan menghadirkan secara fisik berupa avatar tubuh secara nyata. Kebetulan sebelum melihat surat pemilik Facebook itu saya mengikuti Livegram-nya Pak Win (HahKokGituSih) dengan salah satu developer dunia metaverse.

Dalam livegram tersebut dijelaskan bahwa metaverse ini adalah cara baru untuk berinteraksi. Pemakai metaverse bisa saja berupa sebuah komunitas yang eksistensinya diakui oleh developer game. Pengambilan keputusan dalam sebuah metaverse dapat dilakukan secara demokrasi. Bahkan suara pemakai pun juga bisa diakui sebagai penentu kebijakan metaverse. Meskipun sang presentator yang sedang menjalankan develop metaverse ini menekankan belum ada standard yang diterbitkan komunitas, tapi selama ini interaksi antar komunitas metaverse ini berjalan dengan mekanisme try and error.

Paling menariknya dalam sesi ini mereka membahas terkait ekonomi yang akan dihasilkan jika seluruh orang sudah menggunakan metaverse seperti halnya sosial media. Pembahasan ini diawali dengan adanya beberapa perusahaan teknologi besar seperti Tesla, Google, Facebook, Tencent yang sudah melakukan investasi tanah dalam metaverse. Sayangnya tidak ada penjelasan lebih lanjut metaverse apa yang sudah mereka suntik investasi dengan cara menjual tanah. Selain investasi tanah, dalam diskusi Instagram ini juga membahas adanya masa depan cerah dalam crypto. Pasalnya para masyarakat yang menggunakan metaverse ini pasti akan bertransaksi, dan dapat dikatakan transaksinya akan menggunakan mata uang crypto.

Dari penjelasan ini saya semakin yakin metaverse bukan hanya baru dimulai oleh Facebook, tapi baru saja dipublikasikan oleh Facebook. Dalam hal pembangunan sistematikanya, sudah banyak berbagai pihak yang urun daya dalam pembangunannya. Tidak cukup satu perusahaan besar saja yang bekerja, perlu banyak pihak untuk membangun terjadinya teleportasi secara digital ini. bayangkan saja, kata Mark Zuckerberg ada banyak avatar yang disiapkan untuk memfasilitasi berbagai rupa pengguna. Ada banyak animasi yang perlu dipersiapkan agar gambar avatar tersebut lebih luwes dan dapat mengembalikan feel bertatap muka secara langsung.

Kelebihan dari berkembangnya cara berkomunikasi ini adalah pergerakan manusia akan lebih sedikit, dalam video Mark yang dirilis oleh channel Youtube CNET, ia menjelaskan satu bangunan dapat dijadikan berbagai bangunan secara imajiner. Seperti contohnya rumah, jika kita ingin kerja di kantor cukup memakai kacamata setebal 5 milimeter untuk menghadirkan imajinasi kantor dan avatar kita juga dapat masuk di kantor sekaligus. Ini dapat mengurangi gerak kita, tidak perlu jalan ke kantor dan terjebak macet. Tidak perlu menghabiskan energi fosil yang dapat merusak bumi, dan berbagai kelebihan lain yang ditimbulkan dari tidak adanya perjalanan.

Namun tidak dapat dipungkiri teknologi semacam ini akan mengubah pola hidup masyarakat. Semua dikerjakan secara virtual hingga lupa rasanya berinteraksi secara manual. Otot kita tak lagi terpakai untuk menginjak pedal gas dan rem saat berangkat kantor. Jemari kita tak lagi tersentuh oleh orang saat bertemu langsung. Dampak terburuknya, pasti kita akan kangen dimana tidak adanya teknologi yang bisa memaksa kita berinteraksi secara langsung. Kenikmatan bertemu langsung tanpa adanya sekat teknologi rasanya masih belum tergantikan dengan interaksi yang difasilitasi teknologi.

0 comments:

Post a Comment