Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Sunday, 5 September 2021

Radio Kini dan Nanti


sumber: commons.wikipedia.org

Hari ini saya membuat artikel ini sembari mendengarkan prambors radio, dari Manokwari. Lain dahulu lain sekarang memang. Dulu jangkauan radio hanya di beberapa kota saja, karena memang murni menggunakan frekuensi radio. Tertutup bukit tinggi saja sudah tidak dapat menembus. Kini tertutup gunung tinggi pun dapat ditembus, asal ada sinyal internet.

Dulu keseharian saya diisi dengan radio, entah radio lokal seperti SMEAMU FM atau radio kota seperti Trisakti FM. Radio jaman itu menjadi topik pembicaraan, bahkan saat ke sekolah mesti terselip obrolan tentang radio. Entah itu tentang kirim-kiriman salam, playlist yang diputar di radio tertentu, dan juga topik pembahasan yang diulas di radio tertentu, seperti Keramat yang dibawakan Mas Anton di Andalus FM. Masih terkenang memang asyiknya membahas radio di kala itu.

Kini gaungnya radio rupanya sudah tak sebesar dahulu, selain adanya media pesaing seperti tv, kini juga ada pesaing besar seperti youtube dan social media yang siap menyajikan hiburan dan topik sesuai kemauan penonton. Pun juga pendengar, kini sudah ada spotify, soundcloud, joox yang siap menyajikan lagu dan konten apapun yang bisa dikatakan pesaing besarnya radio. Tapi menurut Gofar Hilman ekosistem radio ini tidak tergantikan, “karena radio menyajikan kejutan-kejutan kecil bagi pendengarnya. Tak dapat digantikan dengan podcast”. Kalau dipikir-pikir ada benarnya juga, radio lebih memberikan kejutan karena kita tidak tahu apa yang akan diperdengarkan oleh penyiarnya.

Radio lebih cocok didengarkan saat bekerja, jadi kita tidak hanya fokus kepada radionya saja, tapi radio hanya selingan saat kita mengerjakan sesuatu, seperti membuat artikel ini. Lain halnya dengan mendengarkan music atau podcast melalui aplkasi. Mau tidak mau kita harus memfokuskan diri ke sana, kalau tidak pasti ada feel yang kurang, entah informasi yang terlewat atau lagunya yang itu-itu saja. Saya pernah mencoba mendengarkan apa saja yang popular di aplikasi Joox, tapi tetap saja feel-nya tidak seperti radio. Mungkin karena radio ada yang melakukan kurasi sesuai ciri khas radio tersebut, jadinya ada pilihan lagu yang menemukan satu ke-cirikhasan-nya sendiri.

Meskipun perlahan meredup sepertinya radio tidak menyerah, masih ada radio yang berdiri di kaki sendiri. Tentunya dengan berbagai inovasinya, salah satu bukti radio masih bisa berdiri adalah adanya beberapa artis yang hingga sekarang masih menjadi penyiar. Artis yang pernah muncul di televisi tanpa adanya honor yang menjanjikan pasti akan hengkang dari radio. Tapi buktinya Desta, Ronald extravaganza, Rico ceper, dan banyak artis televisi lain yang masih menetap menjadi penyiar.

Kejayaan radio memang belum berakhir, meskipun tak seberjaya zaman Komeng masih mengisi drama radio. Tak dapat dipungkiri banyak orang terkenal yang dilahirkan dari radio, seperti Abdel, Temon, Danang, Darto, Surya, Adit. Perlahan mereka yang pernah dibesarkan namanya oleh radio akan menceritakan perjuangan mereka menjadi penyiar dahulu. Dan sepertinya yang mereka ceritakan tak dapat diulang, tapi menjadikan radio ini menjadi hal vintage. Sejenis cagar budaya yang pernah membesarkan banyak orang, menyimpan banyak cerita dan kesan.

Rasanya pergerakan disrupsi akan menghapus banyak teknologi yang sudah dirasa tidak canggih. Tapi banyak yang juga kesan yang tertinggal dengan segala kenangannya. Rupanya banyak hal yang akan ditinggalkan dan juga akan menjadi kenangan. Ada kenangan yang tertinggal dengan sekala konflik dan dilemanya.

0 comments:

Post a Comment