Radio Kini dan Nanti
sumber: commons.wikipedia.org |
Hari ini saya membuat artikel ini sembari mendengarkan prambors radio, dari Manokwari. Lain dahulu lain sekarang memang. Dulu jangkauan radio hanya di beberapa kota saja, karena memang murni menggunakan frekuensi radio. Tertutup bukit tinggi saja sudah tidak dapat menembus. Kini tertutup gunung tinggi pun dapat ditembus, asal ada sinyal internet.
Dulu keseharian saya diisi dengan radio, entah radio lokal
seperti SMEAMU FM atau radio kota seperti Trisakti FM. Radio jaman itu menjadi
topik pembicaraan, bahkan saat ke sekolah mesti terselip obrolan tentang radio.
Entah itu tentang kirim-kiriman salam, playlist yang diputar di radio tertentu,
dan juga topik pembahasan yang diulas di radio tertentu, seperti Keramat yang
dibawakan Mas Anton di Andalus FM. Masih terkenang memang asyiknya membahas
radio di kala itu.
Kini gaungnya radio rupanya sudah tak sebesar dahulu, selain
adanya media pesaing seperti tv, kini juga ada pesaing besar seperti youtube
dan social media yang siap menyajikan hiburan dan topik sesuai kemauan
penonton. Pun juga pendengar, kini sudah ada spotify, soundcloud, joox yang
siap menyajikan lagu dan konten apapun yang bisa dikatakan pesaing besarnya
radio. Tapi menurut Gofar Hilman ekosistem radio ini tidak tergantikan, “karena
radio menyajikan kejutan-kejutan kecil bagi pendengarnya. Tak dapat digantikan
dengan podcast”. Kalau dipikir-pikir ada benarnya juga, radio lebih memberikan
kejutan karena kita tidak tahu apa yang akan diperdengarkan oleh penyiarnya.
Radio lebih cocok didengarkan saat bekerja, jadi kita tidak
hanya fokus kepada radionya saja, tapi radio hanya selingan saat kita mengerjakan
sesuatu, seperti membuat artikel ini. Lain halnya dengan mendengarkan music
atau podcast melalui aplkasi. Mau tidak mau kita harus memfokuskan diri ke
sana, kalau tidak pasti ada feel yang
kurang, entah informasi yang terlewat atau lagunya yang itu-itu saja. Saya
pernah mencoba mendengarkan apa saja yang popular di aplikasi Joox, tapi tetap
saja feel-nya tidak seperti radio.
Mungkin karena radio ada yang melakukan kurasi sesuai ciri khas radio tersebut,
jadinya ada pilihan lagu yang menemukan satu ke-cirikhasan-nya sendiri.
Meskipun perlahan meredup sepertinya radio tidak menyerah,
masih ada radio yang berdiri di kaki sendiri. Tentunya dengan berbagai inovasinya,
salah satu bukti radio masih bisa berdiri adalah adanya beberapa artis yang
hingga sekarang masih menjadi penyiar. Artis yang pernah muncul di televisi tanpa
adanya honor yang menjanjikan pasti akan hengkang dari radio. Tapi buktinya Desta,
Ronald extravaganza, Rico ceper, dan banyak artis televisi lain yang masih
menetap menjadi penyiar.
Kejayaan radio memang belum berakhir, meskipun tak seberjaya
zaman Komeng masih mengisi drama radio. Tak dapat dipungkiri banyak orang
terkenal yang dilahirkan dari radio, seperti Abdel, Temon, Danang, Darto,
Surya, Adit. Perlahan mereka yang pernah dibesarkan namanya oleh radio akan
menceritakan perjuangan mereka menjadi penyiar dahulu. Dan sepertinya yang
mereka ceritakan tak dapat diulang, tapi menjadikan radio ini menjadi hal vintage. Sejenis cagar budaya yang
pernah membesarkan banyak orang, menyimpan banyak cerita dan kesan.
Rasanya pergerakan disrupsi akan menghapus banyak teknologi
yang sudah dirasa tidak canggih. Tapi banyak yang juga kesan yang tertinggal
dengan segala kenangannya. Rupanya banyak hal yang akan ditinggalkan dan juga
akan menjadi kenangan. Ada kenangan yang tertinggal dengan sekala konflik dan
dilemanya.
0 comments:
Post a Comment