Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Friday, 2 July 2021

Berdemokrasi Ekonomi dengan Koperasi


Berdemokrasi Ekonomi dengan Koperasi

=================

Besok tanggal 3 Juli sudah kembali lockdown dengan istilah baru yaitu PPKM Darurat Jawa-Bali. Beberapa orang menyindir dengan kalimat "ini adalah lockdown tapi tidak ditanggung pemerintah, jadi pemerintah tidak menanggung kebutuhan rakyat", beberapa orang lainnya berkeluh kesah dengan menyatakan penolakan secara tegas. Golongan kedua ini mulai meramaikanjagat dunia maya semenjak presiden dan Menteri Luhut mulai menerangkan apa yang dimaksud PPKM Darurat.

Terang saja kemarahan tak terhindarkan, karena PPKM Darurat yang akan berlaku mulai 3 Juli hingga 20 Juli itu mewajibkan beberapa sektor usaha untuk legowo dalam menutup bisnisnya. Kekhawatiran akan usaha yang tutup tersebut melatar belakangi beberapa orang berkeluh kesah sekaligus gusar dengan pihak pemerintah. Mayoritas memang pelaku sektor informal kecil-kecilan. Karena memang jika mereka tidak bekerja tidak ada yang menanggung kebutuhan mereka.

Sepertinya dunia semakin kesini semakin tidak siap dengan cobaan. Tidak bekerja berarti tidak makan adalah analogi tepat untuk menggambarkan kondisi perekonomian masa kini. Semakin lama semakin individual. Saya masih ingat jaman saya masih bersekolah di taman kanak-kanak dulu, ibu tidak pernah memasak saat malam jumat. Kalaupun memasak paling juga cukup untuk makan siang, karena setiap malam jumat di kampung kami ada tahlilan rutin, setiap yang mengikuti tahlil pasti pulang membawa berkat.

Hal ini yang semakin kesini semakin hilang, jadi semangat gotong royong semakin lama semakin pudar. Jika di Jakarta sudah dapat dikatakan sebagai individual, kalau di Kepanjen (Malang) ini bisa dikatakn sudah semi individual pun juga tidak terlalu komunal. Masih mengenal tetangga kanan kiri namun enggan untuk saling bantu secara menyeluruh. Bahkan kalau ada pesta pernikahan saat saya SD itu bisa menggerakkan orang sekampung. Namun jika ditarik ke masa kini pasti enggan, karena orang kampung mayoritas bekerja di sektor formal. Masuk jam 8 pulang jam 5 sore.

Dari sini muncul rasa individualis, yang punya uang akan memegang uangnya selama mungkin, bahkan akan memegang sembari menambah sebanyak mungkin. Berujung ada kekhawatiran dari pekerja sektor informal seperti yang saya sebutkan di atas.

Demokrasi Ekonomi

Jika boleh dibilang, kita ini berdemokrasi hanya sebatas politik saja. Itupun baru melakukan demokrasi saat lima tahun sekali untuk memilih orang yang akan mewakili dan memimpin kita. Sedangkan untuk ekonomi kita luput dari makna demokrasi. Salah satu cara untuk mencapai keadilan adalah dengan cara demokrasi bahkan dari sisi ekonomi.
Seringkali kita menjadi semi-kapitalis yang menginginkan keamanan finansial, untuk mencapai hal itu tentu ada yang kehilangan hal yang tidak kita belanjakan tadi. Seperti contohnya pedagang jajanan yang berkeluh kesah di facebook saat PPKM darurat akan berlaku, mereka kehilangan penghasilan karena orang berduit tidak ingin membelanjakan uangnya. Lantas saat PPKM darurat yang berlaku 17 hari tersebut pedagang tadi makan apa? Tidak ada bantuan apapun dari kaum menengah yang mendapat penghasilan perbulan.
Di sinilah muncul kegaduhan yang disebabkan tidak adanya demokrasi ekonomi, lantas muncullah saling tuduh dengan teori konspirasi disebabkan kekhawatiran besok tidak bisa makan. Ketenangan pun berubah menjadi ketegangan. Sama rasa seperti halnya persaudaraan, putus begitu saja gara-gara cara berpikir yang salah atas harta. Harta sudah menjadi segalanya, persaudaraan pun dapat diberikan label harga jika sang pemilik harta mau.

Koperasi

Pemangkasan jarak antara kaya dan miskin sebetulnya dapat dilakukan dengan prinsip koperasi murni. Terbukti prinsip koperasi ini dapat menyelamatkan penduduk pulau banda atas mahalnya harga kebutuhan pokok. AwalnyaBung Hatta menggagas koperasi ini untuk melakukan perlawanan terhadap pemilik modal yang mempermainkan harga. Sembako dibeli dari petani dengan harga murah dan dijual ke masyarakat dengan harga mahal.
Jika dipikir secara logis praktek seperti ini adalah praktek curang yang dapat meningkatkan beban penduduk di pulau Banda. Jadilah Bung hatta bersama Iwa Kusuma Sumantri dan Sutan Sjahrir menggagas koperasi untuk memangkas biaya itu tadi. Setiap barang yang turun dari kapal langsung dibeli koperasi dan dijual ke masyarakat dengan harga wajar. Hal ini terbukti dapat menstabilkan harga dan mengurangi derita masyarakat.
Inilah yang saya sebut sebagai konsep koperasi murni, tidak seperti koperasi yang kita lihat sekarang. Lebih layak disebut sebagai rentenir yang meminjamkan uang kepada anggota dadakan. Jika kita mengacu pada koperasi murni pasti akan ada “keluarga baru” yang siap untuk urun daya secara ekonomi maupun tenaga. Anggota koperasi juga dapat dikatakan “terselamatkan” secara ekonomi.
Saya rasa konsep seperti ini yang cocok untuk diterapkan saat kebiasaan ekonomi masyarakat sudah semi-individualis. Ada konsep yang disepakati bersama secara demokratis antar anggotanya dan melakukan urun daya. Tidak terbatas pada modal saja, urun daya secara demokratis ini dapat modal dengkul saja, lantas memiliki saham koperasi. Jadi ada keadilan dalam berlaku ekonomi pun juga ada rasa tolong menolong yang dapat menyelamatkan dimasa sulit seperti pandemi ini.

0 comments:

Post a Comment