Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Sunday, 27 December 2020

Sang Spekulan



 Menjadi biasa adalah kebiasaan yang tidak terlalu biasa, bagi aku yang tidak biasa hidup biasa rasanya kalimat ini sudah menjadi moto hidup di binder berjajar dengan makanan favorit (mafa) dan minuman favorit (mifa). Hidupku sepertinya dipenuhi dengan kejadian tak terduga, ada kejadian yang cukup menyisakan trauma saat peternakan ayam petelur keluargaku bangkrut. Lantas orangtuaku menolak menyerah dengan tetap memenuhi permintaan pasar. Tentunya bukan dengan telur hasil dari kandang sendiri. Beliau memilih untuk menjadi pengepul telur dengan berspekulasi kesana kemari.

Mungkin hal ini juga yang menjadikanku lengkap dengan hidupku terbiasa dengan spekulasi. Bahkan di usia yang tergolong muda ini aku berani untuk berspekulasi dengan membuka usaha jual beli laptop bekas. Jelas mengambilnya dari luar pulau yang sangat terkenal dengan barang BM nya. Ya batam. Pagi ini aku mendatangkan beberapa laptop dari Batam. Aku sang spekulan ini memutar uang dari mamakku. Aku pinjam uang dari beliau dan mulai berjual beli laptop dari orang yang entah sampai sekarang tak kunjung aku temui. Bukan karena aku enggan, tapi harga tiket makassar-batam terlampau mahal untuk sekedar menemui sesosok supplier. Jika diingat-ingat dulu itu memang aku spekulan mati. Bagaimana tidak? Usaha ini aku mulai dari aku membeli laptop dari temanku Andi yang hanya bermodal kalimat "ini aku ada teman di Batam, dia bisa ambilkan laptop bagus. Kalau kau mau beli". Sebatas kalimat itu saja lantas aku merogoh kocek empat juta dan membayarnya. Entah ada angin apa waktu itu, aku seringan tangan itu membayar laptop yang belum tahu bentuk serta wujudnya.

Tapi untungnya teman Andi yang aku belum tahu namanya ini masih amanah, sehingga barang yang saya order sampai di makassar dengan aman dan selamat. Spesifikasi memang agak tidak sesuai dengan yang dipresentasikan sampai berbusa. Andi bilang kondisi barang mulus tapi yang datang agak lecet, mungkin ini memang barang bekas pakai namun yang dikata Andi barang yang didatangkan dari Batam ini barang baru namun tidak ada kardusnya saja. Entah bualan apalagi yang aku percaya dari teman sekelasku yang sampai semester lima ini rumus kimia pun tak ada yang ia hapal. Tapi untuk kualitas laptop yang datang memang sudah sangat sesuai dan harganya pun masih bisa dimainkan.

Dari sini aku menerawang jauh kedepan dan meletup ide liar seperti biasanya. Ini laptop murah bisa diperjualbelikan di sini. Tanpa pikir panjang aku pinjam uang dari mamakku dan mulailah aku berbisnis laptop murah tapi tak murahan. Namanya juga bisnis pastilah ada naik turun, tak mungkin bisnis akan berjalan mulus seperti ban mobil yang lama tidak ganti. Naik turun bisnis mulai aku rasakan, kebanyakan naik turun bukan karena pangsa pasar tapi ada pesaing bisnis yang berbuat nakal. Aku menjualnya full melalui online jadi tak butuh tempat berupa toko untuk menjual barang BM itu.

Namun lambat laun seiring berjalannya bisnis aku menemui hambatan yang tak dapat dilewati. Malam itu tiba-tiba ada penggrebekan polisi. Seorang pegawai yang bertugas untuk standby di basecamp ikut dibawa beserta belasan laptop. Saat itu aku sedang pulang ke Sidrap. Tengah malam ditelpon oleh pegawaiku yang ikut digelandang ke kantor polisi. Keesokan paginya aku menuju ke kantor polisi untuk menanyakan duduk permasalahannya. Ternyata usahaku ini dicurigai sebagai penadah barang curian. Tak dapat terelakkan memang ujian ini biasa menghadang siapapun yang menjajakan barang bekas. Entah oknum polisi waktu itu salah tangkap atau memang memiliki niat tidak baik.

Pelaporpun coba aku tanya barang yang hilang laptop jenis apa, tipe berapa, dulu belinya harga berapa. Anehnya sang pelapor tak dapat menjawab pertanyaan yang harusnya jika memang pemilik laptop yang kehilangan akan sangat mudah menjawabnya. Dari sini aku mulai curiga menjadi tumbal atas kebengisan oknum polisi. Alhasil kecurigaanku terungkap, aku ditawari "jalan belakang" dengan membayar sepuluh juta semua akan beres. Otak matematisku mulai bekerja dengan cekatan, dan aku menyetujui dengan pertimbangan ada belasan dagangan yang dijadikan barang bukti. Jika tidak dibayar urusan akan semakin panjang, bisa-bisa barang yang diklaim secara sepihak sebagai bukti malah enyah tak kembali.

Singkat cerita uang aku bayar dan semua kembali. Tapi aku masih terhitung rugi. Karena ada empat barang dagangan yang ditukar. Menjadi sangat rumit, pelik, dan rasanya tak ingin mengulangi lagi. Kebingungan di tengah gagap memaknai hukum serta barang dagangan yang menjadi jaminan, menjadikanku enggan bertindak tegas kepada oknum yang dibilang pengayom masyarakat. Kerugian didepan mata, tak dapat terelakan rasa trauma juga masih mengganjal di kepala. Alhasil aku tutup usaha ini dan menjadikan kengerian ini sebagai pelajaran. Kalau penegak hukum tak selamanya tegak terkadang juga tegang dan mendongak.

0 comments:

Post a Comment