Kamar Mewah Serba Sepeda
Salah Satu Ornamen di Kamar |
Baru kali ini saya saat traveling menginap di hotel dengan harga yang terbilang tidak murah. Pasalnya di beberapa traveling sebelumnya saya pasti memilih kamar paling murah. Seperti saat ke Malaysia selama 10 hari, saya memilih menginap di hostel yang memiliki kamar dormitory. Semacam kamar asrama yang kita hanya dianggap menyewa kasur saja. Jadi kita berbagi kamar dengan orang lain.
Lain halnya dengan solo traveling kali ini, niat hati memang ke Lombok namun apa daya hari sudah malam dan perencanaan perjalanan saya juga lumayan kacau. Jadi saat masuk Denpasar saya langsung menuju Kuta dan mencari hotel di sana. Ini kali pertama pula saya sampai di sebuah kota tanpa mencari penginapan dahulu secara online. Biasanya saya mencari hotel dahulu sebelum sampai di sebuah kota. Hanya untuk mencari jujukan (tujuan).
Bahkan ini pertama kalinya saya memesan hotel secara offline. Menjadi sensasi tersendiri saat badan lesu, lemas dan pusing karena masuk angin dan menempuh perjalanan yang tidak wajar (sehari 400 km). Mungkin sebagai pengalaman pahit dan tidak akan saya ulang lagi. Apalagi saat itu menemukan hotel yang sudah penuh, di saat tubuh lemas harus melangkahkan kaki untuk mencari tempat singgah sungguh tidaklah mudah.
Singkat kata saya menemukan hotel bernama Rhadana. Bukan hotel megah nan mewah tapi terbilang cukup vintage dengan bangunan kayunya. Saat bertanya kamar yang kosong sang resepsionis menjawab hanya ada kelas mini studio saja yang tersedia. Karena saat itu uang perjalanan saya lumayan banyak, saya tanpa ragu langsung menanyakan berapa harga permalam. Ternyata lumayan fantastis, sembilan ratus ribu.
Bagi saya yang terbiasa traveling dengan paket hemat, harga hampir menyentuh angka satu juta tersebut dapat dikatakan fantastis. Biasanya kamar yang saya sewa harganya tidak sampai di atas lima ratus ribu rupiah. Di dalam atau di luar negeri saya memiliki patokan jika harga di atas pagu tersebut lebih baik mencari yang agak jauh dari destinasi.
Setelah saya membayar secara tunai, memarkir motor, dan mendapat kunci yang berupa kartu saya pun masuk ke kamar yang katanya harganya paling mahal di hotel tersebut. Dan benar saja, di dalam kamar yang bertema sepeda ini seakan dibuat untuk orang-orang kaya. Di dalam kamar tersebut ada sofa berjajar untuk tamu, meja kerja, dan juga ada balkon yang cukup luas. Semua sudut kamar dihiasi oleh pernak-pernik yang tidak jauh dari sepeda. Ada tembok yang dihiasi dengan wallpaper bergambar sepeda, ada sepeda angin juga yang ditempel di tembok, dan ada jersey sepeda juga yang dibingkai, ternyata milik rektor Universitas Indonesia.
Hari pertama yang membuat ilfeel saat pertama masuk kamar adalah kamar mandi yang airnya tidak panas dan adanya ornamen batik Universitas Indonesia yang ada di kasur. Padahal saya mencari hotel (bukan dormitory) hanya karena agar dapat mandi air hangat saat tengah malam. Karena mustahil bisa mandi dan tidur nyenyak jika mandi air dingin. Selain itu motif batik Universitas Indonesia juga cukup mengganggu. Karena saya bukan alumninya dan juga sama sekali tidak bangga dengan tidur di kamar yang ada motif batik almamater tersebut.
Motif Batik UI di Kasur |
Hari kedua pagi karena kondisi saya masih belum sehat betul, saya memilih menambah waktu menginap selama semalam lagi. Saat sarapan pun saya memilih mengambil makanan sarapan dan membawanya ke kamar. Saat room service ke kamar saya meminta untuk mengambil motif batik Universitas Indonesia yang ada di kasur. Terkesan kampungan memang tapi saya memang cukup terganggu.
Baru di hari kedua saya mulai melakukan eksplorasi kamar. Hasilnya, ini memang kamar paling mewah yang pernah saya inapi. Sepeda angin yang di awal tulisan ini saya sebut, merupakan sepeda milik direktur utama Waskita. Mungkin sama sekali tidak menambah kenyamanan hotel, tapi cukup untuk menambah kebanggaan. Di depan kamar ini juga ada sofa, mungkin untuk tamu sang penginap kamar hotel, jika yang menginap adalah orang penting.
Mungkin ini adalah hal paling mewah yang pernah saya alami. Memang karena kekeliruan dalam merencanakan suatu perjalanan, sehingga saya harus mengeluarkan uang satu juta delapan ratus untuk menginap dua malam. Itu pun baru check-in tengah malam dan separuh dari waktu menginap hanya saya gunakan untuk tidur karena meriang. Tapi kesalahan ini patut disyukuri. Tanpa kerancuan dalam merencanakan perjalanan, saya tidak mungkin bisa menginap di kamar mewah seperti ini. Terimakasih kesalahan.
Nice post
ReplyDeletetararengkyu
Deletehehe lucu pas baca karna risih dengan motif UI nya mas :D mungkin dapet sponsor dari kampus tuh selimutnya
ReplyDeletebisa jadi tapi kuat juga ya UI nyeponsorin hotel. kyk reddorz aja. hehehe
DeleteHehehe sebenarnya kan bisa pakai aplikasi daring mz kalau pun nyampe tengah malam. Banyak kok hotel murah di Kuta. Saya aja langganan nginep di hotel2 di Kuta. Pilihannya banyak dan harganya juga bersaing. Ada sarapan pula.
ReplyDeleteTapi yang penting happy sih. Harga nomer sekian hehehe :)
Awalnya mau gitu mas, tapi pingin gak makek aplikasi biar bisa istirahat random di jalan. Ternyata sepanjang negara semua hotel tutup.
Delete