Setitik Nila yang Hampir Rusak (6)
Baca dulu cerita sebelumnya |
Sumber: https://twitter.com/bemb_beng |
Perut Nila mulai membesar seperti bola, tanda hari kelahiran anak pertama mulai dekat. Namun sama sekali tidak ada ucapan dari Habib perihal kelahirannya. Cek rutin ke dokter sejak usia kehamilan muda pun juga dilanggar, dengan dalih tawakal kepada tuhan. Untuk kali ini Nila terpaksa mengatakan kepada habib, untuk membuat rencana nanti kehamilan Nila bagaimana dan dimana.
Dengan entengnya Habib berkata, "kamu lahir di rumah saja, jadilah ibu sekaligus bidan seperti Siti Maryam yang melahirkan Nabi Isa". Seakan tidak dipedulikan terkait risiko kematian yang ditanggungnya, Nila pun tiba-tiba menangis. Bukan karena terharu dengan peristiwa kelahiran Nabi Isa, tapi menangisi ketidak pedulian habib kepadanya. Ia takut saat melahirkan tidak ada orang di rumah, di kehamilan yang berusia 8 bulan ini pasti ada rasa malas yang menyertainya.
Dengan berderai air mata Nila meminta ijin suaminya untuk pulang ke rumah orangtuanya. Sekali lagi habib pun menjawab, "terserah saja" cermin ketidakpeduliannya. Tapi Habib merasa enggan untuk mengantarkan atau sekedar membuka aplikasi penyedia taksi dan memesankannya.
Dengan terpaksa Nila menelpon Bapak agar menjemputnya. Karena untuk memesan taksi online pun Nila tidak memiliki uang. Jadi solusi terakhir adalah meminta Bapak untuk menjemput anak yang telah diacuhkan oleh suaminya itu.
Tidak perlu menunggu lama bapak pun datang dengan mas Darto tetangga yang memiliki mobil. Rupanya bapak tidak tega untuk menjemput anaknya yang hamil tua dengan motor. Untung mas Darto saat dibutuhkan sudah pulang dari kantor. Dengan baju yang agak basah karena terguyur hujan, bapak masuk dan membawakan satu ransel pakaian dan keperluan Nila.
Entah Habib dan Umi saat bapak datang menghilang kemana, seakan menjadi hantu di rumahnya sendiri. Mungkin Habib takut kena damprat bapak mertuanya yang sangat kesal dengan tingkah lakunya. Nila pun juga mencarinya, karena ingin mencium tangan suaminya sebagaimana istri sholehah. Meskipun tingkah laku Habib kepadanya sama sekali tidak mencerminkan manusia yang paham hukum agama.
***
Tepat pukul 15.00 Ashari keluar dari rahim Nila. Kecuali dokter dan susternya seisi ruangan pun mengeluarkan air mata. Bapak, Ibu, dan Lina semua mengalirkan air mata. Siapa yang tidak terharu? Jika melihat riwayat kehidupan Nila saat mengandung Ashari. Suasana antara senang dan sedih menyelimuti keluarga dengan sangat hangat.
Seakan selimut tersebut sangatlah tebal, saat mengadzani dan mengiqomati Ashari pun juga masih dalam keadaan mengeluarkan titik-titik air mata. Pergulatan batin untuk meneruskan deru tangis dan berhenti menangis terjadi dalam jiwa Bapak. Sebagai kepala keluarga rasanya Bapak tetap harus berhenti menangis, demi memberikan rasa tenang dan juga support kepada Nila yang ketika itu menyandang gelar bunda.
Seakan sore itu menjadi sore paling haru dalam keluarga Nila. Habib yang harusnya hadir dan menjadi saksi kelahiran buah hatinya kini malah tidak menampakkan batang hidungnya. Tiba-tiba bapak teringat kasus yang dulu menjadi dasar tidak diijinkannya Nila kawin siri. Kasus yang dialami oleh tetangga yang nama bapaknya tidak tercatat dalam dokumen kependudukan. Karena nikah siri, jadi mirip seperti anak haram yang bapaknya tidak mau menjadi wali.
Karenanya bapak dengan ketegaran hati mengurus dokumen kependudukan untuk cucunya. Namun tak dapat dikata, ketika petugas rumah sakit menanyakan perihal nama bapak dari Ashari derai tangispun membuncah. Seperti banjir air bah bendungan yang sudah gagal untuk menjadi tanggul. Dengan disertai isak tangis Bapak secara perlahan menjelaskan kepada petugas. Alhasil nama dalam surat keterangan kelahiran yang nantinya menjadi akta kelahiran, hanya tercantum Ashari bin Nila. Tanpa tercantum nama Habib Turmudzi.
Cerita Selanjutnya
Cerita Selanjutnya
Saya sedihhh
ReplyDeleteJahat sekali si habib, tapi kok ya mau maunya si nila diajak nikah siri sama habib
Jangan sedih dulu, simak terus kelanjutannya baru tayang minggu depan
Delete