Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Tuesday, 7 May 2019

Asyiknya Berburu Takjil di Kota Injil


Ramadhan di kota injil
Suasana Bubaran Terawih
Ini adalah puasa kesekianku di luar jawa. Setelah dua kali puasa di Balikpapan ini mungkin menjadi level yang lebih tinggi untuk dilalui. Bukan hanya status saya yang menjadi suku pendatang saja, pasalnya status Manokwari sebagai kota injil ini yang menambah level kesulitan.
Bukan tentang kesulitan berpuasanya saja, tapi kesulitan dalam menjalankan rutinitas ibadah saat bulan ramadhan. Seperti ngabuburit, tarawih, sahur, dan segala rutinitas yang biasa saya lakukan di jawa. Rutinitas yang dapat dirindukan itu yang terkadang hilang di tanah rantau. Dan tentunya orang-orang yang senantiasa saya temui di saat puasa ramadhan.
Tapi alhamdulilahnya ya banyak muslim jawa di Manokwari. Jadi banyak tradisi yang setidaknya kurang lebih sama dengan jawa. Salah satu hal yang terlihat mencolok adalah takjil. Mulai pukul 4 sampai Pukul 6 sore pasti berjajar penjual takjil. Memang mayoritas pendatang, entah es dawet khas jawa atau es palubutung khas makassar. Pembelinya pun bervariasi, tidak melulu muslim. Ada umat nasrani juga yang ikut membeli takjil untuk bersantap.
Mungkin menjadi dua sisi yang berbeda, ketika saya kehilangan tradisi yang biasa dilakukan di jawa tapi dapat menemukan hal yang baru. Bahkan kemarin waktu saya pulang setelah jalan-jalan untuk mencari takjil, tidak ada satupun ojek yang lewat antara maghrib dan isya’. Mungkin karena tukang ojeknya juga merayakan nikmatnya berbuka puasa.
Seperti ada perayaan memang bila saat berbuka puasa. Setiap masjid pasti mengadakan buka bersama, bisa membagikan takjil atau buka sepiring nasi. Ada kursi-kursi di depan masjid untuk mereka yang menikmati sajian buka puasa. Di setiap pelataran masjid akan menjadi lautan manusia, apalagi masjid yang berdiri di daerah yang jarang ada masjidnya. Bisa seperti ada acara besar hingga ada pihak keamanan yang berjaga.
Pun juga saat tarawih. Baru saat ini saya melihat bubaran sholat seramai ini. Karena mayoritas rumahnya jauh dari masjid, maka kebanyakan mereka membawa kendaraan juga. Sangat ramai dan bisa dikatakan sangat mirip dengan di Makassar.
Selain itu ada yang aneh juga sebetulnya, mayoritas di sini sholat tarawih hanya sebanyak delapan rakaat. Ada beberapa masjid yang sholat sebanyak 20, tapi jaraknya sangat jauh dari Amban tempat saya tinggal. Di sela-sela sholat isya’ dan tarawih juga ada tausiyahnya. Kalau hal ini saya bisa menyamakan dengan tarawih di masjid-masjid Balikpapan. Meskipun dulu saya antipati terhadap tausiah seperti ini -karena bosan dan waktunya sangat lama- namun kini sepertinya saya sudah bisa berdamai.
Semoga keasyikan berpuasa di kota injil ini tetap terjaga hingga hari esok. Karena sepertinya untuk tahun-tahun selanjutnya saya akan senantiasa melewatkan puasa ramadhan di kota ini. Semoga tetap asyik dan tak ada yang mengusik

0 comments:

Post a Comment