Daun Gatal Antara Dijauhi dan Dicari
Daun Gatal Kecil |
Sebetulnya fenomena daun gatal ini bukan terbilang baru di kehidupan saya. Jauh sebelum masuk Papua saya sempat beberapa kali bersinggungan dengan daun gatal. Terutama saat saya SD, di belakang rumah masih banyak kebun, masih banyak daun lateng sebagai bahasa jawa dari daun gatal.
Di jawa lateng sangat dihindari untuk disentuh, karena memang sangat ampuh dalam mengiritasi kulit. Hingga bentol-bentol seperti terkena alergi. Bila tidak kuat bisa-bisa kulit akan tersayat kukunya sendiri. Sangking gatalnya rasanya mustahil bisa selesai gatalnya tanpa ada guratan lecet setelah digaruk beberapa kali.
Saat hobi masuk hutan, rekan-rekan Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam Univ. Brawijaya (IMPALA UB) menyebut daun ini sebagai daun jancukan. Karena daun ini sudah berhasil membuat kalimat jancuk keluar. Makanya lebih akrab dengan daun jancukan. Rasa panas dan gatal tentunya yang berhasil membuat para pecinta alam tersebut misuh-misuh.
Lain halnya dengan Papua, saat saya ke Sorong ada beberapa orang yang menjualnya. Ukurannya pun selebar telapak tangan dengan panjang sekitar 30 Cm. Saya pernah melihat informasi bahwa daun gatal ini untuk mengurangi rasa pegal. Lebih mirip seperti koyo, tapi entah mengapa hal itu bisa terjadi. Mereka bisa sangat nyaman dengan rasa gatal nan panas yang mengganggu itu.
Kemarin saya melihat kawan kos saya bernama Nelson menggosok tubuhnya dengan daun gatal. Mendadak saya ikut merinding. Tak terbayang bagaimana gatalnya di kulit. Nelson menggosok ditangan, punggung, hingga perutnya saja. Karena yang terasa pegal hanya di bagian itu saja.
Masih kata Nelson, daun gatal bisa digosokkan saat sebelum dan sesudah beraktifitas. Seperti saat sepak bola, sebelum sepak bola agar kaki terasa ringan, kaki digosok dengan daun gatal dulu. Setelah terasa gatal baru main sepak bola. Begitu juga saat setelah main bola, bisa digosokkan di kaki, hingga ada reaksi di kulit kaki.
Setelah saya googling ternyata yang dikatakan Nelson benar, daun gatal ini secara medis pun juga diyakini dapat menghilangkan pegal. Karena pegal merupakan darah yang tidak lancar, dan daun gatal ini memiliki kelenjar yang mengeluarkan racun. Racun inilah yang memiliki efek dapat membuka pori-pori kulit dan melancarkan darah.
Memang kearifan lokal meskipun belum diteliti pasti sudah barang tentu memiliki manfaatnya. Di Jawa tumbuhan ini dijauhi, di Papua malah dicari-cari, bahkan memiliki nilai ekonomi tersendiri. Betapa luasnya tradisi negeri ini. Sebaiknya kita juga tak usah kecil hati, di Jawa ditolak bisa ke Papua. Halah modus.
0 comments:
Post a Comment