Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Wednesday, 23 January 2019

Menyongsong Era Digital Kok Lamaran Ditulis Tangan


Agak geretan saat pemberkasan pegawai negeri harus tulis tangan surat lamaran pekerjaan. Geregetannya bukan karena tulisan saya jelek, namun sebuah kritik di dalam jiwa yang memberontak dan mengatakan, “sumpah ini primitif banget lho”.
Yang primitif itu bukan hal menulis sebuah kata dengan tangan, karena mbah Richard Branson dan Bill Gates pun masih melakukannya. Tapi lebih kepada menulis suratnya. Di era yang sudah ada Microsoft Word dan bertebaran e-book dimana-mana rasanya kok sudah sudah nggak njamani buat nulis sesuatu untuk orang lain dengan tangan.
Selain tulisan tangan orang berbeda-beda keasyikan membaca tulisan tangan seseorang juga berbeda-beda. Tentunya harapan tulisan tersebut adalah terbaca oleh orang lain, dan maksud dari tulisan tersebut dapat ditangkap secara verbal seperti pesan chat Whatsapp.
Meskipun dalam tulisan tangan surat lamaran tersebut sudah diberikan format dan kita (calon aparatur negara) hanya disuruh untuk menulis ulang, pun tetap harapan kita agar tulisan kita dibaca oleh sang penerima.
Lucu ya? Saya pun geli bila memikirkan hal ini lebih dalam.
Apalagi pemerintah ingin menggiring negara ini menjadi lebih maju, wah malah geli lagi. Nggiring menuju negara maju dengan tetap mengukuhkan tradisi seperti menulis surat lamaran dengan tangan ini sangat mustahil.
Paling tidak bila negara siap untuk menyongsong industri 4.0 ya bisa mengirim lamaran via surat elektronik. Tanpa ada berkas yang nyangkut di jasa ekspedisi dan berbagai formulir yang harus ditulis tangan. Ujung-ujungnya bila pelamarnya tulisannya jelek seperti saya pasti pihak BKN akan kesulitan membaca kan. Dan berbagai informasi yang harusnya sangat berharga pasti akan susah ditangkap oleh pencari informasi di pusat sana.
Juga dengan jasa pengiriman, bila tetap menggunakan metode pengiriman yang kuno dan menutup diri dari “fasilitas” internet. Ya ujung-ujungnya pasti ada berkas yang tak kunjung datang seperti gebetan yang sekarang diakui sebagai mantan.
Bila dua hal itu terjadi, tak hanya sang pengirim surat dan pemberi informasi saja yang sakit. Ada pihak pemberi kerja yang membutuhkan informasi yang sakit pula. Tahukan rasanya digantung dan tidak diberikan kepastian? Mungkin sebelas dua belas rasanya seperti itu.
Di sisi lain ingin mendapat tambahan pegawai, namun ada prosedur kolot yang menjadi sekat. Pasti seperti mencintai namun tak ada restu dari orang tua. Cinta namun harus merelakan karena keadaan.
Entah prosedur ini siapa yang membuat, dan apakah memang terikat kepada UU sehingga tidak dapat ditolelir oleh kementerian pendayagunaan aparatur negara maupun BKN. Harusnya bila memang ada evaluasi pasti dapat dikoreksi.
Masak hanya prosedur pengiriman yang seharusnya dikirim secara fisik dan formulir informasi yang harusnya ditulis dengan tulisan tangan, menjadi lebih modern dengan versi digital sangat susah untuk diubah?
Semoga para pejabat tidak menjawab dengan, “tidak semudah itu ferguso”.
Karena ini sangat mudah untuk diubah dan menurut saya sangat penting. Demi hati yang menolak tersakiti dan posisi yang ingin segera diisi pasti akan lebih mudah untuk mengubah dengan digitalisasi. Hanya cara pengisiannya saja, untuk tanda tangan sebaiknya tetap ditulis dengan pulpen tinta hitam. Karena di poin tanda tangan pasti ada meterai yang ditempel dan ada pendapatan negara di sana.
Kok jalan kemana-mana ya? Iya karena saat ini saya membatasi tulisan saya menjadi minimal 500 kata, awalnya 300 kata pun tak ada masalah. Maklum seiring berkembangnya jaman Google permintaannya semakin naik. Harapannya opini sereceh ini bisa masuk dalam mesin pencari dan dapat mewakili hati calon pegawai yang tersakiti.

0 comments:

Post a Comment