Menguak Aplikasi Primbon Pada Kehidupan
Menjadi manusia berdarah jawa merupakan takdir yang tak bisa ditepis lagi. Tak ada yang bisa memilih untuk keluar dari rahim seorang ibu dari suku manapun. Kebetulan karena saya lahir dari suku jawa, mau tak mau adat yang telah mengakar di suku ini perlahan-lahan harus dipelajari. Karena memang untuk melestarikan adat, budaya, dan tradisi memang harus mempelajari nilai luhur. Memang tak sebatas nilai ekonomis, bahkan tak ada nilai ekonomis yang didapat bila mempelajari keluhuran budaya. Setidaknya dengan belajar keluhuran budaya dapat membuat kita lebih arif dan bijak dalam memberikan komentar terhadap manusia.
Berbicara budaya jawa tak urung merujuk kepada kitab primbon. Entah untuk menentukan hari baik ataupun untuk menentukan hal-hal yang boleh dan tidak untuk dilakukan. Memang hal itu bila ditarik garis secara ekstrim ke ranah agama (khususnya islam) akan muncul kalimat haram. Karena kepercayaan tersebut tak urung akan menjadi kepercayaan yang berseberangan dengan kitab suci. Tapi bila memang diniatkan untuk menjadikan penyeimbang bagi wawasan kebudayaan maka tak ada salahnya.
Sebetulnya saya belajar hal sedemikian ini berawal dari bapak, sangat beruntung memang memiliki bapak yang berpengetahuan luas dan cenderung plural terhadap pengetahuan keagamaan apapun. Bahkan pengetahuan keyakinan seperti adat budaya jawa pun beliau terbilang mumpuni. Hanya sekedar memperluas pengetahuan saja, tidak untuk terombang ambing dalam hal meyakini.
Salah satu keahlian beliau yang sangat membantu banyak orang adalah membuka primbon. Banyak orang yang meyakini bahwa keahlian menghitung hari tidak semua orang mumpuni dalam penghitungan tersebut. Meskipun saat ini ada banyak mesin penghitung weton di perambah, mayoritas orang yang berkeyakinan kejawen tetap meminta orang yang dipercaya untuk menghitungnya. Mungkin dengan bertanya langsung kepada sang penghitung dapat sekaligus konsultasi terhadap hasil hitungannya.
Konsultasi yang saya maksudkan adalah pengaplikasian hasil hitungan tersebut kepada kehidupan. Contohnya penghitungan untuk hari menikah, menentukan jodoh, pindah rumah, dan berbagai macam seluk beluk penghitungan lainnya.
Bila dipikir-pikir semua itu akan sangat merepotkan, karena setiap kita melakukan hal penting harus dihitung hari baiknya. Apalagi ada perbedaan dari setiap primbon yang dipakai. Menurut bapak ada beberapa jenis primbon yang digunakan di jawa. Yang beliau sebutkan hanyalah tiga, yaitu : Betaljemur, wali songo (sunan kalijaga), dan syaikh siti jenar. Tapi diluar ketiga primbon tersebut kalau mau membuka lebih dalam lagi masih sangat banyak.
Hingga pada akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa primbon merupakan prediksi yang tercatat. Lebih mirip fengshui yang selama beberapa abad diyakini kaum tionghoa. Buku yang berbentuk ramalan tersebut tak hanya didapat dari hasil merenung dan mengilhami bisikan tuhan. Namun juga ada sejarah yang menjadi latar belakang kesimpulan. Seperti pernyataan sifat berdasarkan pasaran. Jika dibuat poin-poin penting, sifat-sifat berdasarkan pasaran tersebut adalah sebagai berikut :
- Wage : gampang ngantuk dan gampang terpengaruh
- Kliwon : gampang lapar dan gampang tergoda oleh lawan jenis
- Pahing : gampang tergoda maksiat
- Pon : jorok dan malas
- Legi : gampang marah dan rakus
Kelima hal tersebut memang tak bisa langsung untuk dilakukan justifikasi. Namun hanya mayoritas yang lahir saat pasaran tersebut memiliki godaan yang sudah disebutkan.
Nantinya hasil prediksi tersebut akan dapat diturunkan lagi pada kecocokan pekerjaan. Agar lebih mudah saya ambil contoh, bila anda lahir saat pasaran pon. Karena dalam primbon pon memiliki godaan malas dan jorok, tidak cocok bila membuka usaha warung makan. Karena bila yang bersangkutan terbuai dengan godaannya, warung yang dimiliki akan sangat kotor dan jam bukanya sangat siang.
Semuanya tetap kembali kepada diri masing-masing saja. Tak semua yang diramalkan akan cocok. Karena memang bukanlah ilmu pasti seperti matematika. Relatifitas yang dipengaruhi berbagai faktor tetap akan muncul. Kecuali bila sudah meyakini keyakinan dan memperjuangkan keyakinan tersebut. Karena alam bawah sadar akan tetap bekerja ketika keyakinan sudah diyakini.
0 comments:
Post a Comment