Empat Tujuan Gondrong yang Alamiah
Cita-citaku |
Gondrong merupakan hal yang paling gak banget untuk beberapa orang. Banyak orang yang seakan memperlakukan manusia gondrong adalah hal yang salah. Termasuk mereka yang berada di lingkungan-lingkungan cepak, entah ada rasa iri atau merasa tidak adil.
Mereka tidak leluasa memanjangkan rambut, sedangkan manusia-manusia gondrong dengan bebas meninju pengekangan seperti di-judge gak rapi.
Kali ini saya akan mengulik beberapa alasan saya sendiri yang sudah hampir dua tahun lebih tidak memotong rambut.
Mencoba Batas Diri
Ada yang bilang menjadi berbeda adalah hal berat, maka dari itu setiap orang akan memilih berkamuflase menjadi mayoritas. Karena pasti akan aman bila menjadi sama dengan kelompok mayoritas.
Seperti itulah alasan awal saya gondrong, untuk menjajal sedikit pahitnya hidup. Mencoba pahitnya dikatakan kurang rapi, mencoba jatuh bangun bekerja di atas kaki sendiri karena pasti akan ditolak bila bekerja ikut orang.
Melawan
Gondrong adalah sebuah perlawanan, melawan untuk mendapatkan kebebasan. Kebebasan untuk menentukan standar rapi dalam pergaulan. Tidak mungkin untuk menjadi bebas akan merasa tertekan. Bukankah kata Tan Malaka keistimewaan yang dimiliki pemuda adalah kebebasan. Asal tidak kebablasan kebebasan akan tetap terkendali.
Keyakinan yang saya pegang teguh sampai detik ini adalah gondrong tidak berbanding lurus dengan kenakalan. Meskipun saya gondrong saya tetap mengikuti pengajian di masjid, tetap menutup toko ketika waktu sholat, dan tetap menjaga agama dengan menghindari zina dan riba.
Menghindari Kejahatan
Saat saya berambut pendek pasti ada aja pelaku kriminal yang menjadikan saya incaran. Entah copet, maling, tukang palak.
Mungkin karena kondisi wajah yang cupu nan imut dengan kacamata. Menjadikan saya sasaran empuk untuk tindak kejahatan.
Hal itu yang saya hindari, sekaligus dengan survei kecil-kecilan.
Setelah gondrong masuk lapangan saat konser pun tak ada tangan-tangan nakal pencopet yang biasa menggerayangi. Malah pihak penjaga yang pasti melirik-lirik, mungkin mereka ingin menjaga saya dari tangan-tangan copet yang jahil.
Menyeleksi Calon Istri
Sengaja saya menyebut calon istri bukan pacar, karena saya memang mencari istri bukan pacar.
Seleksi ini berlangsung secara tidak langsung, mengutip kata teman kuliah saya yang acak-acakan, “kalau kita tampil apa adanya aja dia gak mau, berarti dia suka kita kalau ada apanya”. Kalau dia suka kita saat sempurna, apa kabar cinta kita bila kelebihan sudah musnah?
Pasti sukanya akan ikut musnah, punah dan tidak membara seperti awal. Maka dari itu saya melakukan hal ini untuk seleksi yang lebih alamiah dan menyingkirkan mereka yang dusta.
Akhir kata tidak ada yang ingin saya ucapkan melainkan, “gondronglah secara merdeka, merdeka dengan menghargai pendapat mereka yang cepak, meski yang kita punya lebih panjang dari mereka”.
0 comments:
Post a Comment