Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday, 14 April 2018

Tentang Politik yang Bergulir


Hari berganti semakin aneh-aneh saja pembahasan negeri ini. Mulai dengan puisi yang ditanggapi serius, sampai seorang dosen yang menyatakan kitab suci itu fiksi. Entah ada angin apa, ibarat negara api sedang menyerang negara api dalam film avatar. Sampai-sampai urusan kesejahteraan rakyat terabaikan.
Beberapa hari sebelumnya malah sedang ramai membahas seorang politisi yang menjadikan novel sebagai dasar pendapat bahwa negeri ini akan bubar 2030. Dengan dalih hal tersebut merupakan sindiran untuk rakyat negeri ini agar lebih melek literasi. Jujur hal ini sangat mengesalkan bagi saya yang sangat anti terhadap novel, jika membaca novel sudah menjadi sindiran terhadap mereka yang belum melek literasi, lantas hal apa yang bisa dipungut dari karya sastra yang tak ubahnya hanya dihadirkan untuk sebuah hiburan semata. It’s mean sama seperti sinetron, namun hanya dalam bentuk tulisan saja.
Belum lagi ketika seorang politisi muda dari partai yang (katanya) berisi pemuda melakukan pembelaan dengan menjelekkan presiden dan negara yang sudah terbukti besar. Malah membuat geleng-geleng kepala saya yang sudah berambut gondrong lagi ikal. Isu se-receh itu sepertinya sangat sayang untuk ditanggapi, tidak mengubah kebijakan yang memang mengutamakan rakyat sebagai tujuan akhirnya. Untuk merekam videonya tidak menggunakan klise, jika menggunakan klise mungkin sang perekam sudah terkena boikot dari Kodak.
Namun dari serangkaian isu yang berkeliaran dengan liar tersebut ada yang unik. Para politisi tersebut saling melempar isu mungkin demi mencapai elektibilitas untuk pemilu tahun besok. Sampai-sampai fokus mereka pada pemilihan gubernur terpecah belah bagai pinang. Seperti pada provinsi tempat saya berpijak ini, diprovinsi Jawa Timur hingga saat ini sangat minim udrek-udrekan. Bahkan bisa dikatakan belum ada isu yang menjelekkan calon satu terhadap calon lainnya. Yah isu receh sejenis angkot untuk mengangkut masa saat kampanye masih belum dibayar, dan beragam isu sempak yang akhir-akhir ini santer bergulir di Twitter.
Atau warga Jawa Timur tidak tertarik untuk menggulirkan isu sejenis, bisa jadi hal itu terjadi karena sangat sibuk untuk mengurus ekonomi dan memilih untuk fokus bekerja. Di sisi lain karena kedua calon merupakan petinggi organisasi NU, jadi memilih untuk berdiam diri dan tidak mengolok-olok calon pesaing. Terlepas dari rentetan prediksi alasan warga Jatim tidak menyebar hoax, patut diacungi jempol karena tak ada dosa yang mengalir dan hati yang terkilir.

0 comments:

Post a Comment