Gak Rugi Jauh-Jauh Ke Dampit
Akhir tahun banyak undangan nikahan. Kesana kemari bukan
membawa alamat malah membawa amplop. Kemaren pada hari sabtu yang amat cerah
saya ceritanya mau hadir ke wedding party-nya
temen sekolah. Undangan yang beralamat di sebuah gedung yang terletak di
kecamatan turen tersebut harus di hadiri. Karena bingkisan sudah terkemas rapi
namun lokasi tak di ketahui, maka opsi terakhir hanya call a friend and went together.
Kok ya ndilalah-nya
ada teman yang mau diajak bersama. Setelah berkumpul dan meluncur ke lokasi
gedung, tepat 50 meter sebelum sampai di gedung ada sebuah tugu yang
bertuliskan “Monumen ini dibangun sebagai kenangan atas jasa para pahlawan yang
telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan R.I. di wilayah Kecamatan Dampit
pada tahun 1948/1945”. Otomatis otak mikir balik ke buku yang menceritakan tentang seorang tentara jepang yang berjuang
mempertahankan kemerdekaan R.I. yang bernama Rahmat Shigeru Ono.
Sebelumnya saya mengira beberapa adegan perang yang diceritakan
dalam buku tersebut terjadi di perbatasan Wajak, Turen dan Dampit. Karena dalam
buku tersebut menyertakan keterangan bahwa lokasi terjadinya pertempuran tidak
jauh dari rumah sakit Bokor sebagai bantuan medis jika ada korban. Ditambah lagi
adanya monument yang bernama Mayor Damar membuat saya pada waktu itu meyakini
adanya pertempuran sehingga seorang Mayor Damar terbunuh tepat di desa
Pagedangan tersebut. Namun rasanya kesimpulan tersebut secara otomatis
tebantahkan, karena ada monumen ini yang ada di sebelah jembatan. Tepat di
sebelah jembatan tersebut ada runtuhan jembatan yang ada fotonya di buku
bersampul coklat bergambar tentara nipon.
Dalam buku yang di tulis oleh mahasiswa jepang tentang kakek
yang pada waktu itu berdomisili di Batu ini menerangkan jembatan tersebut
sengaja di longsorkan untuk mempersulit infasi tentara KNIL pada waktu
perebutan kembali kekuasaan. Tentara KNIL berkonvoi dengan alutsista lengkap
dari arah jember, lumajang dan akan masuk Malang melalui Dampit. Lebih tepatnya
yang tersisa sekarang hanya fondasi dari jembatan yang bewarna hitam pekat. Selain
itu ada pula keterangan yang menyatakan ada beberapa korban yang dimakamkan di
bawah cor-coran monument tersebut. Hal ini sudah cukup sebagai penguat bahwa memang
tempat ini yang dijadikan pertempuran. Dan mungkin pada waktu itu jalan protokol
tidak sama dengan sekarang.
Ya mungkin hal ini masih bisa berubah lagi, mengingat data
dari kematian Mayor Damar yang masih kurang. Mungkin para pembaca ada beberapa
referensi tentang mayor yang sejarahnya sudah tertutup ini dapat sharing dengan saya. Soalnya sangat
sulit untuk mengungkap karena masih ceteknya link saya dengan para sejarawan yang memang mengetahui jejak
perjuangan di Kabupaten Malang. Apalagi letak monumennya di desa yang jalannya
sangat jauh dari Kota Malang. Saya sangat mengharapkan beberapa cerita tersebut
tidak hilang ditelan modernisasi.
0 comments:
Post a Comment