Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Wednesday, 12 October 2016

Romantisme Perjalanan dengan Si Pitung Episode 2


Ditengah perjalanan menuju sidoarjo ya perkiraan di pandaan ada tragedi yang cukup menarik. Si pitung ini pas sebelum berangkat kan saya servis dulu. Mulai ganti lampu weser/riting/sen sampai benerin lampu kota yang sudah mulai meredup. Entah pas waktu benerin itu saya kurang bener pas balikin lampu kotanya atau memang ada faktor x yang membuat lampu depan si pitung lepas. Pada waktu tragedi itu berlangsung pas disisi kanan ada bis ngebut lagi. Dan saya terpaksa mlipir ke kiri otomatis ke aspal yang bergelombang dan jeduak!!!!! Lampu depan si pitung mulai copot. Dalam hatipun mulai menangis sedih menyesali apa yang terjadi namun apa daya hal itu sudah terjadi. Menangispun mungkin gak mungkin ada yang nolong yang ada di ketawain kernet bus yang lewat tadi.
Dan kamipun mulai minggir dengan kondisi lampu depan yang gondal gandul. Setelah minggir sayapun dengan tanggap dan sigap mengembalikan lampu depan si pitung setelah lampu sudah kembali lalu saya teringat saya tidak membawa alat operasi yang berupa kunci, tang dan obeng untuk si pitung. Terpaksa lampu depan si pitung dikembalikan sekenanya dan dengan langkah tertatih si pitungpun mulai saya gas menuju bengkel terdekat. Pucuk di cinta ulam pun tiba sekitar 100 meter menuju sidoarjo kami menemukan bengkel tambal ban yang pastinya memiliki tools yang lumayan lengkap untuk menjalankan operasi pengembalian lampu depan si pitung yang copot. Setelah sampai sayapun to the point meminjam obeng plus yang dimiliki bapak tambal ban tersebut.
Dengan lapang dada pemilik tambal ban tersebut meminjamkan alat yang dimiliki. Sekali lagi dengan sigap dan tegas saya melaksanakan operasi pengembalian lampu depan si pitung. Okey semua sudah beres dalam waktu 2 menit dan sipitung sudah tampak seperti semula. Dengan bacaan hamdalah yang disusul dengan bacaan basmalah saya melanjutkan perjalanan menuju sidoarjo.

Setelah sekitar 2 jam menuju sidoarjo haripun mulai gelap, perutpun mulai menyanyikan irama bengawan solo dengan aliran keroncongnya dan kepala pun mulai pusing. Hati besarpun bersepakat dengan hati kecil untuk mengatakan “sudah lah kita minggir untuk meminum kopi dan menyantap lalapan”. Tanpa disadari tangan ini menyadari isyarat tersebut dan membelokkan setir untuk mampir di warung lalapan. Dan santap sore pun terlaksana.

0 comments:

Post a Comment