Earth Hour Versus Hari Raya Nyepi
Pada
Tanggal 29 Maret yang bertepatan dengan malam minggu jam 20.30 sampai 21.30 di
balaikota malang para masyarakat kota melakukan tradisi yang termasuk baru
yaitu earth hour. Earth hour adalah tradisi untuk mematikan lampu yang
bertujuan untuk menghemat listrik. penghematan listrik ini di tengarai untuk
meminimalisir pemakaian energi yang dapat merusak bumi. Kebiasaan ini atau lebih baik di anggap
perayaan ini tidak hanya di lakukan di indonesia saja bahkan dibeberapa kota
besar dunia seperti paris dengan mematikan lampu yang menerangi menara eifel,
new york dengan mematkan lampu di sekitar patung liberty dan kota-kota besar
lainnya.
Di
sisi lainnya pada tanggal 31 maret para umat hindu merayakan hari raya nyepi
yang di peringati setiap tahun sekali. Perayaan nyepi dilakukan untuk
memberikan keseimbangan antara manusia dengan alam dan manusia dengan
penciptanya. Pada perayaan ini para pemeluk agama hindu tidak melakuka beberapa
aktivitas yang salah satunya amati geni yang berarti mematikan penerangan
(lampu). Mereka melakukan ritual ini 24 jam terhitung mulai jam 6 pagi tanggal
1 tahun baru saka sampai 6 pagi keesokan harinya. Enth hal ini hanya dilakukan
oleh umat hindu yang berada di indonesia saja atau umat hindu dibelahan dunia
yang lain.
Kedua
ritual ini sama-sama mematikan lampu dan berhemat energi. Namun para pelaku
perayaan ini memiliki niat yang berbeda. Pada pelaku perayaan earth hour memang
melakukan hal itu untuk mengurangi pemakaian listrik yang dapat berimbas pada
pelestarian bumi. sedangkan pada pemeluk agama hindu memenuhi kewajibannya
sebagai pemeluk agama. Dari kedua niat yang berbeda tersebut menghasilkan
publikasi yang berbeda pula. Pembaca dapat mengmbil contoh berita yang beredar
paska perayaan earth hour, kebanyakan pewarta mempulikasikan penghematan
listrik yang dapat dihemat setelah terjadinya earth hour, dan mereka juga
mempublish hiruk pikuk warga kota dalam melaksanakan tradisi itu. Lain halnya
dengan pubikasi terhadap hari raya nyepi yang melulu menuturkan tujuan adanya
hari raya tersebut.
Memang
fenomena seperti ini sudah layak di perlakuka di negeri ini. Kita lebih
memeriahkan budaya pendatang ketimbang mempertahankan budaya yang mungkin lebih
efekif untuk menghadapi permasalah yang ada. Mungkin pembaca dapat membayangkan
berapa juta energi yang bisa di hemat ketika perayaan nyepi (dalam hal ini
penulis tidak hanya menyoroti penggunan energi listrik dan juga energi lain),
ketimbang pada perayaan earth hour. Bahkan menurut hemat saya pada perayaan
earth hour tidak ada yang bisa di hemat. Karna kebanyakan kota di dunia
melakukan perayaan dengan mematikan lampu saja tetapi menggunakan energi lain
untuk mengisi acara tersebut. Seperti contoh misalnya di balaikot malang mereka
memang mematikan lampu, tetapi lain halnya dengan sound system yang ada dan
beberapa atraksi yang menggunakan api. Memang ada penghematan energi pada
listrik tetapi pada energi lain seperti bahan bakar yang mereka gunakan menuju
lokasi kegiatan mereka tidak
melakukannya. Tetapi jika kita lihat pada hari raya nyepi,
mereka memang tidak menggunkan api maupun energi lain. Karna para pemeluk agama hindu merayakannya dengan
berdiam diri di dalam rumah.Dari kedua contoh kecil
tersebut penulis mencoba untuk mengajak pembaca berpikir secara cerdas. Tentang
adanya tradisi untuk mengerem penggunaan energi ini memang sudah ada dari nenek
moyang kita.
Halo.
ReplyDeleteMungkin meluruskan sedikit. Kampanye Earth Hour berfokus pada penghematan listrik atau mematikan energi listrik yang tidak terpakai :)
Dan yang terpenting, bukan soal satu jam aka lamanya lampu dimatikan tetapi bagaimana Earth Hour ini menjadi gaya hidup yang berkelanjuta .
iya mbak kalo memang fokusnya ke situ kenapa harus ada jam untuk mematikan lampu bersamaan?
Deletepaling sakit hati pas kmaren ini mbak, di balikpapan kan udah sering lampu mati. kmaren pas malming di kantor pemerintah sok2an ngerayain.