Ibu Relawan itu Berasal Dari Pulau Jawa
Aku adalah anak sasak yang jauh dari peradaban,
ayah ibuku seperti kebanyakan suku-suku pedalaman yang hanya berpenghasilan
dari alam. Ayahku pagi ini akan berburu babi hutan untuk makan kami nanti
malam, sedangkan ibuku hari ini sedang mencari ubi sebagai makanan pokok kami.
Hari ini aku dan teman-teman satu sukuku kedatangan relawan dari pulau jawa
entah pulau itu jauh atau dekat dengan rumahku. Tapi menurut relawan itu pulau
itu jauh lebih baik dari kampung halaman kami. kalau mendengarkan cerita dari
relawan yang kulitnya jauh lebih putih dari kami itu saya dan teman-teman
terkadang berkhayal tentang pulau yang di huni relawan itu. Relawan itu
menggambarkan sesuatu yang menurut kami gambar itu masih asing di mata kami dan
dia bertanya pada kami. “apakah kalian tau ini gambar apa ini?”, filemon pun
bertanya kembali “gambar burung cendrawasih toh?” dia menjawab “emm. . .
salah!” aku dan teman-temanpun saling berpandangan satu sama lain dan albert
pun mengangkat tangannya dan menjawab “pasti itu pulau yang tadi kau ceritakan
toh?” relawan itupun menjawab “ya! Hampir benar” dalam hati aku bertanya “kok
dari tadi salah terus sih?” marcelpun dengan mata melotot bertanya “tak tahulah
kami gambar apa pula yang kau tanyakan” dia pun ter senyum, aku pun berdiri dan
berbicara, “eh, jangan sembarang-sembarang ibu trertawakan kami” dan relawan
itupun mulai berbicara, “maaf-maaf jangan terlalu serius gitu dong, ini adalah
peta negara kita indonesia”. Kami pun dengan serentak “OoOoOo....... Indonesia”,
albert bertanya lagi “kami sudah sering dengar kata indonesia itu tapi apa pula
kata peta itu?” Ibu itupun dengan senyum manisnya menjelaskan arti kata peta
“peta adalah gambar suatu daerah jika di lihat dari atas, ini adalah gambar
indonesia yang di lihat dari atas” kalimat “O...” itupun keluar lagi dari
mulut, aku pun bertanya “dimana tempat kami tinggal? Apakah ada di gambar itu?”
ibu itu menjawab “ya pertanyaan bagus, kalian itu masih termasuk penduduk
indonesia kalian hidup di pulau irian jaya atau papua”, sambil menunjuk sebelah
kanan gambar itu. Lalu dia melanjutkan penjelasannya tentang pulau-pulau yang
ada di indonesia, pada waktu dia menjelaskan gambar-gambar itu tiba-tiba ayah
simon datang “permisi ibu, saya mau menjemput simon agar membantu kami membuat
rumah baru” lalu dia pun menjawab “apakah biasanya pembangunan rumah di bantu
oleh teman-temannya” ayah simonpun menganggukan kepala tanda mengiyakan
pertanyaan ibu relawan. Ibu pun berteriak pada kami “oke anak-anak pelajaran
kali ini kita akhiri dulu dan kita bantu pembangunan rumah simon”. Kamipun
pergi bersama-sama kerumah simon.
Karna tradisi adat dari suku kami jika ada
tetangga yang membangun rumah semua tetangga membantu sampai rumah itu selesai,
kebiasaan itu turun temurun kami lakukan mulai dari kakek nenek kami sampai
sekarang tradisi itu kami lakukan. Biasanya kami melakukan pembangunan rumah
sampai 2 hari pembangunan. Setelah rumah simon selesai kami membuat binatang
buruan yang di asapi. Kali ini kita makan besar karna kami mendapat landak,
babi dan kijang yang cukup buat makan kami satu kampung, setelah makan itu kami
kembali diajak belajar oleh ibu yang dua hari lalu mengajar kami. Ibu itu
mengajak kami untuk bernyanyi lagu yang setiap pagi terdengar di radio ayahku,
semua dari kami menyanyikan lagu tersebut. Setelah kami menyanyikan lagu itu
ibu relawanpun bertanya sambil meneteskan air mata “apa kalian tahu lagu apa
yang kalian nyanyikan barusan” kamipun menjawab dengan serentak “indonesia
raya”. Filemon pun mendekati ibu relawan tersebut dan bertanya, “kenapa ibu
relawan menangis?” sambil terisak isak ibu relawan menjawab “aku menangis bukan
karna sedih namun aku menangis karna bangga kepada kalian yang masih mengenal
lagu itu” marcelpun bertanya “kenapa ibu relawan bangga sambil menangis?”
sambil merangkul kami berempat dan berkata “aku bangga pada kalian berempat
karna di saat kami yang tinggal di pulau jawa menikmati beberapa kenikmatan
peradaban kalian masih jauh dari peradaban tersebut dan di saat kami yang di
pulau jawa mulai melupakan lagu kebangsaan indonesia raya kalian tetap
mengingat lirik-lirik yang ada dilagu itu” kamipun melepaskan pelukan erat nan hangat dan
menghapuskan air mata yang ada di pipi kami masing-masing. Setelah itu marcel
sambil terisak-isak bertanya, “sampai kapan ibu relawan mengajar kami?” ibu
relawan itupun tersenyum dan mengambil bulpen yang ada di sakunya dan menulis
“5” filemon mengambil buku ibu relawan dan bertanya “apa pula ini?” ibu itupun
mulai melontarkan senyum manis itu dan berbicara “sebentar aku mau menjelaskan
tentang angka”, dia pun mulai menulis angka-angka yang sangat asing bagi kami.
Setelah itu dia menjelaskan pengucapan angka yang ia tulis. Setelah mendengar
penjelasan yang ia tuturkan, filemon mulai menangis lagi, kamipun
bertanya-tanya mengapa dia menangis kembali. Akupun bertanya padanya “kenapa
kau menangis lagi filemon?” dia mambalik buku ibu relawan dan menunjuk tulisan
yang tadi ibu relawan tulis tadi dan berkata “ibu akan kepulau jawa lima hari dari
kedatangannya”. Dalam hati kecilku berkata Ibu relawan datang empat hari yang
lalu dan akan pulang “besok!” aku pun tak sengaja mengucapkan kata “besok”
dengan keras. Kami pun bertanya kepada ibu relawan “apa benar besok ibu akan
meninggalkan kami dan tidak mengajar kami lagi?” ibu itupun mengeluarkan air
mata dan menganggukkan kepala. Kamipun kembali berpelukan dan meneteskan air
mata, ibu relawan berkata “jangan sedih terus-terusan aku akan memberikan
kalian buku tulis yang bertuliskan nama, alamat rumah, macam-macam huruf abjad
dan angka dan bulpen, simpen kenang-kengan itu jika sudah besar aku tunggu
kalian di jawa dan bacakan beberapa tulisan sudah aku buat di buku kalian”,
kami berempat pun berjanji akan terus berusaha untuk terus belajar membaca dan
akan pergi kerumah ibu relawan. Aku dengan menangis menyanyikan indonesia raya
dan di ikuti ke tiga rekanku. Setelah itu simon bertanya kepada ibu relawan
“besok ibu akan berangkat pulang di pagi, siang atau sore?” ibu itu menjawab
aku, “akan pulang pada siang hari, memang kenapa?”, “kami akan buatkan sesuatu
untuk untukmu” balas simon, ibu relawan sambil beranjak dan berkata “mendingan
kita buat sama-sama saja” lalu terbesit senyum di wajah hitam kami dan kami pun
langsung beranjak pergi untuk membuat ukiran dari kayu yang ada di hutan.
Pagi ini kami membuat pesta perpisahan kecil-kecilan dengan sedikit tarian-tarian adat yang kami bisa. Lalu ibu itu mengeluarkan alat yang bisa bernyanyi dan kami pun bernyanyi sambil menari bersama. Kami juga di foto dengan kamera yang ia bawa. Tak terasa kami bersenang-senang mulai pagi hingga siang hari. Tiba-tiba suara gemuruh heli yang menjemput ibu relawan terdengar, kami berpelukan sebagai pelukan hangat terakhir yang kami rasakan dari wanita jawa itu. Air mata pun terurai tak tertahankan dan kamipun berpisah di landasan heli itu. Ibu relawan pun masuk ke heli dan berkata “bukunya jangan sampai hilang aku tunggu kalian di jawa!” kalimat motifasi itu yang masih terngiang di dalam otak kami. Dan ibu itupun terbang dengan heli dan melambaikan tangannya dengan air mata yang terurai. Kamipun membalas lambaian tangan itu dengan menyanyikan lagu indonesia raya dengan lantang.
Pagi ini kami membuat pesta perpisahan kecil-kecilan dengan sedikit tarian-tarian adat yang kami bisa. Lalu ibu itu mengeluarkan alat yang bisa bernyanyi dan kami pun bernyanyi sambil menari bersama. Kami juga di foto dengan kamera yang ia bawa. Tak terasa kami bersenang-senang mulai pagi hingga siang hari. Tiba-tiba suara gemuruh heli yang menjemput ibu relawan terdengar, kami berpelukan sebagai pelukan hangat terakhir yang kami rasakan dari wanita jawa itu. Air mata pun terurai tak tertahankan dan kamipun berpisah di landasan heli itu. Ibu relawan pun masuk ke heli dan berkata “bukunya jangan sampai hilang aku tunggu kalian di jawa!” kalimat motifasi itu yang masih terngiang di dalam otak kami. Dan ibu itupun terbang dengan heli dan melambaikan tangannya dengan air mata yang terurai. Kamipun membalas lambaian tangan itu dengan menyanyikan lagu indonesia raya dengan lantang.
0 comments:
Post a Comment