Coro merupakan bahasa jawa dari kecoak, omong coro bermakna omongan ngelantur tapi dapat dinyatakan jujur. Maka ketenangan serupa apa lagi yang dicari di dunia yang fana ini selain kejujuran. Tulisan berikut merupakan contoh dari omong coro.

Search This Blog

Translate

About Me

My photo
Hi, saya pungkas nurrohman yang mencoba dewasa dengan jalan-jalan

Saturday, 30 June 2012

Ibu Relawan itu Berasal Dari Pulau Jawa


Aku adalah anak sasak yang jauh dari peradaban, ayah ibuku seperti kebanyakan suku-suku pedalaman yang hanya berpenghasilan dari alam. Ayahku pagi ini akan berburu babi hutan untuk makan kami nanti malam, sedangkan ibuku hari ini sedang mencari ubi sebagai makanan pokok kami. Hari ini aku dan teman-teman satu sukuku kedatangan relawan dari pulau jawa entah pulau itu jauh atau dekat dengan rumahku. Tapi menurut relawan itu pulau itu jauh lebih baik dari kampung halaman kami. kalau mendengarkan cerita dari relawan yang kulitnya jauh lebih putih dari kami itu saya dan teman-teman terkadang berkhayal tentang pulau yang di huni relawan itu. Relawan itu menggambarkan sesuatu yang menurut kami gambar itu masih asing di mata kami dan dia bertanya pada kami. “apakah kalian tau ini gambar apa ini?”, filemon pun bertanya kembali “gambar burung cendrawasih toh?” dia menjawab “emm. . . salah!” aku dan teman-temanpun saling berpandangan satu sama lain dan albert pun mengangkat tangannya dan menjawab “pasti itu pulau yang tadi kau ceritakan toh?” relawan itupun menjawab “ya! Hampir benar” dalam hati aku bertanya “kok dari tadi salah terus sih?” marcelpun dengan mata melotot bertanya “tak tahulah kami gambar apa pula yang kau tanyakan” dia pun ter senyum, aku pun berdiri dan berbicara, “eh, jangan sembarang-sembarang ibu trertawakan kami” dan relawan itupun mulai berbicara, “maaf-maaf jangan terlalu serius gitu dong, ini adalah peta negara kita indonesia”. Kami pun dengan serentak “OoOoOo....... Indonesia”, albert bertanya lagi “kami sudah sering dengar kata indonesia itu tapi apa pula kata peta itu?” Ibu itupun dengan senyum manisnya menjelaskan arti kata peta “peta adalah gambar suatu daerah jika di lihat dari atas, ini adalah gambar indonesia yang di lihat dari atas” kalimat “O...” itupun keluar lagi dari mulut, aku pun bertanya “dimana tempat kami tinggal? Apakah ada di gambar itu?” ibu itu menjawab “ya pertanyaan bagus, kalian itu masih termasuk penduduk indonesia kalian hidup di pulau irian jaya atau papua”, sambil menunjuk sebelah kanan gambar itu. Lalu dia melanjutkan penjelasannya tentang pulau-pulau yang ada di indonesia, pada waktu dia menjelaskan gambar-gambar itu tiba-tiba ayah simon datang “permisi ibu, saya mau menjemput simon agar membantu kami membuat rumah baru” lalu dia pun menjawab “apakah biasanya pembangunan rumah di bantu oleh teman-temannya” ayah simonpun menganggukan kepala tanda mengiyakan pertanyaan ibu relawan. Ibu pun berteriak pada kami “oke anak-anak pelajaran kali ini kita akhiri dulu dan kita bantu pembangunan rumah simon”. Kamipun pergi bersama-sama kerumah simon.
Karna tradisi adat dari suku kami jika ada tetangga yang membangun rumah semua tetangga membantu sampai rumah itu selesai, kebiasaan itu turun temurun kami lakukan mulai dari kakek nenek kami sampai sekarang tradisi itu kami lakukan. Biasanya kami melakukan pembangunan rumah sampai 2 hari pembangunan. Setelah rumah simon selesai kami membuat binatang buruan yang di asapi. Kali ini kita makan besar karna kami mendapat landak, babi dan kijang yang cukup buat makan kami satu kampung, setelah makan itu kami kembali diajak belajar oleh ibu yang dua hari lalu mengajar kami. Ibu itu mengajak kami untuk bernyanyi lagu yang setiap pagi terdengar di radio ayahku, semua dari kami menyanyikan lagu tersebut. Setelah kami menyanyikan lagu itu ibu relawanpun bertanya sambil meneteskan air mata “apa kalian tahu lagu apa yang kalian nyanyikan barusan” kamipun menjawab dengan serentak “indonesia raya”. Filemon pun mendekati ibu relawan tersebut dan bertanya, “kenapa ibu relawan menangis?” sambil terisak isak ibu relawan menjawab “aku menangis bukan karna sedih namun aku menangis karna bangga kepada kalian yang masih mengenal lagu itu” marcelpun bertanya “kenapa ibu relawan bangga sambil menangis?” sambil merangkul kami berempat dan berkata “aku bangga pada kalian berempat karna di saat kami yang tinggal di pulau jawa menikmati beberapa kenikmatan peradaban kalian masih jauh dari peradaban tersebut dan di saat kami yang di pulau jawa mulai melupakan lagu kebangsaan indonesia raya kalian tetap mengingat lirik-lirik yang ada dilagu itu” kamipun  melepaskan pelukan erat nan hangat dan menghapuskan air mata yang ada di pipi kami masing-masing. Setelah itu marcel sambil terisak-isak bertanya, “sampai kapan ibu relawan mengajar kami?” ibu relawan itupun tersenyum dan mengambil bulpen yang ada di sakunya dan menulis “5” filemon mengambil buku ibu relawan dan bertanya “apa pula ini?” ibu itupun mulai melontarkan senyum manis itu dan berbicara “sebentar aku mau menjelaskan tentang angka”, dia pun mulai menulis angka-angka yang sangat asing bagi kami. Setelah itu dia menjelaskan pengucapan angka yang ia tulis. Setelah mendengar penjelasan yang ia tuturkan, filemon mulai menangis lagi, kamipun bertanya-tanya mengapa dia menangis kembali. Akupun bertanya padanya “kenapa kau menangis lagi filemon?” dia mambalik buku ibu relawan dan menunjuk tulisan yang tadi ibu relawan tulis tadi dan berkata “ibu akan kepulau jawa lima hari dari kedatangannya”. Dalam hati kecilku berkata Ibu relawan datang empat hari yang lalu dan akan pulang “besok!” aku pun tak sengaja mengucapkan kata “besok” dengan keras. Kami pun bertanya kepada ibu relawan “apa benar besok ibu akan meninggalkan kami dan tidak mengajar kami lagi?” ibu itupun mengeluarkan air mata dan menganggukkan kepala. Kamipun kembali berpelukan dan meneteskan air mata, ibu relawan berkata “jangan sedih terus-terusan aku akan memberikan kalian buku tulis yang bertuliskan nama, alamat rumah, macam-macam huruf abjad dan angka dan bulpen, simpen kenang-kengan itu jika sudah besar aku tunggu kalian di jawa dan bacakan beberapa tulisan sudah aku buat di buku kalian”, kami berempat pun berjanji akan terus berusaha untuk terus belajar membaca dan akan pergi kerumah ibu relawan. Aku dengan menangis menyanyikan indonesia raya dan di ikuti ke tiga rekanku. Setelah itu simon bertanya kepada ibu relawan “besok ibu akan berangkat pulang di pagi, siang atau sore?” ibu itu menjawab aku, “akan pulang pada siang hari, memang kenapa?”, “kami akan buatkan sesuatu untuk untukmu” balas simon, ibu relawan sambil beranjak dan berkata “mendingan kita buat sama-sama saja” lalu terbesit senyum di wajah hitam kami dan kami pun langsung beranjak pergi untuk membuat ukiran dari kayu yang ada di hutan.
Pagi ini kami membuat pesta perpisahan kecil-kecilan dengan sedikit tarian-tarian adat yang kami bisa. Lalu ibu itu mengeluarkan alat yang bisa bernyanyi dan kami pun bernyanyi sambil menari bersama. Kami juga di foto dengan kamera yang ia bawa. Tak terasa kami bersenang-senang mulai pagi hingga siang hari. Tiba-tiba suara gemuruh heli yang menjemput ibu relawan terdengar, kami berpelukan sebagai pelukan hangat terakhir yang kami rasakan dari wanita jawa itu. Air mata pun terurai tak tertahankan dan kamipun berpisah di landasan heli itu. Ibu relawan pun masuk ke heli dan berkata “bukunya jangan sampai hilang aku tunggu kalian di jawa!” kalimat motifasi itu yang masih terngiang di dalam otak kami. Dan ibu itupun terbang dengan heli dan melambaikan tangannya dengan air mata yang terurai. Kamipun membalas lambaian tangan itu dengan menyanyikan lagu indonesia raya dengan lantang.

0 comments:

Post a Comment